Puluhan Masyarakat melakukan Aksi di Depan PN Polewali |
Sulawesipers-- Puluhan masyarakat Nosu yang bergabung dalam Solidaritas Masyarakat Adat Kecamatan Nosu, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat melakukan unjuk rasa di Depan PN Polewali, Senin (02/05/2016).
Aksi ini dilakukan terkait kasus yang menjerat 2 petani di Desa Siwi. Jhoni, Juru bicara aksi mengatakan 2 Petani Desa Siwi yakni Amba T alias Ambe Tandi dan Liseng alia Indo Dodo dijerat Pasal 310 ayat 1 KUHP tentang penistaan/penghinaan, dan itu adalah bentuk pemaksaan perkara yang dilakukan penyidik Kepolisian Polres Mamasa.
Alasannya, pernyataan “Turunan Keluarga Indo Bue’ (Panggalo) adalah Hamba atau Budak dari Rumpun Keluarga Nenek Dodo” pada tahun 2015 tidak dibenarkan, karena tidak ada dalam fakta dalam musyawarah sejumlah tokoh adat Nosu difasilitasi pemerintah Desa, Lurah dan dihadiri pihak Polsek Nosu.
Menurut dia, Terlapor Amba T, Liseng dan pelapor Maraya alias Ambe Kamali bersama rumpun keluarganya sudah bersepakat damai didepan adat, dimana rumpun keluarga Indo Dodo memberikan 1 ekor kerbau kepada Maraya dan itu sudah diterima secara adat.
Setelah diselesaikan secara adat, muncul pelapor turunan Pangalo yakni Ambe Natan yang saat itu tidak memiliki latar belakang permasalahan dengan peristiwa 2015 yang sudah diselesaikan oleh masyarakat adat Nosu.
Jhoni menduga kasus ini sengaja digiring oleh oknum pejabat Pemerintah Kabupaten Mamasa yang sedang bermain dibelakang layar mengintervensi penegakan Hukum hingga kasus ini bergulir di Polres Mamasa, Kejaksaan dan saat ini di PN Polewali.
Dia tambahkan, bahwa Polres Mamasa dianggap tidak profesional dalam proses penyidikan kasus itu, diduga ada intervensi Pejabat Pemkab Mamasa terhadap penegakan hukum, meminta penegak hukuim menghargai, memahami dan menjadikan acuan hasil perdamaian secara adat, kemudian meminta penegak hukum membebaskan Amba T dan Liseng.
Aksi ini dilakukan terkait kasus yang menjerat 2 petani di Desa Siwi. Jhoni, Juru bicara aksi mengatakan 2 Petani Desa Siwi yakni Amba T alias Ambe Tandi dan Liseng alia Indo Dodo dijerat Pasal 310 ayat 1 KUHP tentang penistaan/penghinaan, dan itu adalah bentuk pemaksaan perkara yang dilakukan penyidik Kepolisian Polres Mamasa.
Alasannya, pernyataan “Turunan Keluarga Indo Bue’ (Panggalo) adalah Hamba atau Budak dari Rumpun Keluarga Nenek Dodo” pada tahun 2015 tidak dibenarkan, karena tidak ada dalam fakta dalam musyawarah sejumlah tokoh adat Nosu difasilitasi pemerintah Desa, Lurah dan dihadiri pihak Polsek Nosu.
Menurut dia, Terlapor Amba T, Liseng dan pelapor Maraya alias Ambe Kamali bersama rumpun keluarganya sudah bersepakat damai didepan adat, dimana rumpun keluarga Indo Dodo memberikan 1 ekor kerbau kepada Maraya dan itu sudah diterima secara adat.
Setelah diselesaikan secara adat, muncul pelapor turunan Pangalo yakni Ambe Natan yang saat itu tidak memiliki latar belakang permasalahan dengan peristiwa 2015 yang sudah diselesaikan oleh masyarakat adat Nosu.
Jhoni menduga kasus ini sengaja digiring oleh oknum pejabat Pemerintah Kabupaten Mamasa yang sedang bermain dibelakang layar mengintervensi penegakan Hukum hingga kasus ini bergulir di Polres Mamasa, Kejaksaan dan saat ini di PN Polewali.
Dia tambahkan, bahwa Polres Mamasa dianggap tidak profesional dalam proses penyidikan kasus itu, diduga ada intervensi Pejabat Pemkab Mamasa terhadap penegakan hukum, meminta penegak hukuim menghargai, memahami dan menjadikan acuan hasil perdamaian secara adat, kemudian meminta penegak hukum membebaskan Amba T dan Liseng.
0 Response to "Polres Mamasa Dinilai Tak Profesional"
Posting Komentar